Penyelewengan Dana Umat Oleh Lembaga Filantropi

Definisi dari lembaga filantropi adalah suatu organisasi atau institusi yang menawarkan kebaikan kepada banyak orang agar dunia menjadi lebih baik. Kebaikan tersebut bisa berupa uang, tenaga, pikiran dan waktu untuk membantu di berbagai bidang. Terutama, bidang sosial, bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan lainnya.

Mengutip Journal of Islamic Philanthropy and Disaster (2021), mengatakan bahwa lembaga filantropi merupakan lembaga non-profit atau lembaga yang tidak mencari keuntungan dalam implementasi program-programnya. Tujuan lembaga filantropi adalah meningkatkan kesejahteraan hidup para penerima bantuannya. Bantuan tersebut dapat berupa pembinaan atau pun bantuan berupa pemberian alat-alat usaha. Lembaga filantropi berusaha membantu agar masyarakat tidak mampu dapat memiliki kesejahteraan hidup yang lebih baik. Dapat dilihat bahwa tujuan lembaga filantropi adalah sangat jelas untuk memberikan bantuan sosial atau layanan bermanfaat bagi banyak orang. Seperti yayasan, Komunitas, wakaf, amil zakat, dan donasi dengan memanfaatkan sejumlah aset atau pendapatan yang diperoleh dari para donatur atau dermawan. Untuk mencapai tujuan lembaga filantropi sering kali bekerja sama dengan beberapa pihak, termasuk pemerintah untuk memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan. Misalnya, saat terjadi bencana alam, pengatasan kemiskinan, program beasiswa pendidikan, pemberian sarana kesehatan gratis, dan sebagainya. Pada intinya, tujuan lembaga filantropi ialah fokus membantu masyarakat yang membutuhkan dan memberikan solusi atas permasalahan yang ada di tengah masyarakat. Di Indonesia lembaga filantropi diantaranya: Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Greeneration Foundation, The Nature Conservancy (TNC), Human Initiative, dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan masih banyak lagi yang lainnya. Akan tetapi masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kasus salah satu lembaga filantropi yang diduga menyelewengkan dana / donasi yang Berhasil dikumpulkan oleh lembaga tersebut. Semua ini berawal dari investigasi tempo yang membahas mengenai lembaga kemanusiaan non profit bernama Aksi Cepat Tanggap (ACT) Apa itu ACT? Aksi Cepat Tanggap (ACT), tanggal 21 April 2005, Aksi Cepat Tanggap secara resmi diluncurkan secara hukum sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. Tanggal 8 Juli 2022 Kasus ini masih dalam penyelidikan oleh pihak kepolisian Di temukan ratusan Rekening ACT tumbang, PPATK kembali membekukan transaksi sebesar Rp117.80 miliar yang berhubungan dengan ACT. Jumlah rekening yang diblokir bertambah. PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencurian uang, yang didirikan oleh pemerintah atas dasar hukum Undang-undang nomor 8 tahun 2010. PPATK memiliki tugas dan kewenangan untuk menerima laporan transaksi keuangan, melakukan analisis atas laporan transaksi keuangan, dan meneruskan hasil analisis kepada lembaga penegak hukum. Kasus akhirnya terungkap bahwa jajaran petinggi lembaga tersebut menerima gaji bulanan yang fantastis dari Rp250,000,000 sampai Rp50,000,000, dan mendapat fasilitas kendaraan dinas berupa Toyota, Alphard, CR-V, dan Pajero Spotr. Hal ini tidak masuk akal, gaji seorang presiden pun tidak sebesar itu. Pendapatan atau dana yang berhasil di kumpulkan oleh ACT pertahunnya mengalami peningkatan, seperti pada tahun 2019 sebesar Rp 516,4 m, dan mengalami peningkatan ditahun 2020 Rp 519 m, meskipun pada masa pandemi tetap banyak orang yang mendonasikan hartanya untuk kemaslahatan bersama. Mengandalkan sikap kerja profesional saja belum memadai. Semakin besar dana umat yang dihimpun dan dikelola haruslah menjadikan lembaga yang mengelolanya lebih hati-hati dan mawas diri,” ujar M. Fuad Nasar M. Fuad mengatakan negara telah memiliki aturan perizinan, pembinaan, pengawasan dan pelaporan lembaga yang mengelola dana umat dan sumbangan masyarakat pada umumnya. Regulasi itu harus menjadi panduan serta diaplikasikan bagi semua lembaga filantropi di Indonesia sebagai upaya mencegah adanya penyelewengan dana. Regulasi adalah panduan yang harus ditaati dan dijalankan oleh seluruh lembaga yang berkepentingan,” Selain itu, Sesditjen mengingatkan pentingnya penyempurnaan sistem pengawasan, audit dan kejelasan sanksi. Hal ini untuk menjaga transparansi, akuntabilitas dan integritas lembaga pengelola dana umat. Dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan Sebelum itu, Kementerian Sosial mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Tahun 2022, terkait adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak yayasan. Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi. Alasan mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,” Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai organisasi sosial Aksi Cepat Tanggap (ACT) harus diproses hukum jika terbukti menyelewengkan dana kemanusiaan. Perbedaan antara ACT dan Lembaga Zakat, keduanya memiliki regulasi yang berbeda. Lembaga kemanusiaan/ACT, bernaung di bawah Kementerian Sosial (Kemensos), dan tunduk kepada Undang-undang (UU) Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang. Sementara, lembaga zakat seperti Dompet Dhuafa, regulasinya diatur oleh Kementerian Agama (Kemenag) dan tunduk kepada Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dan di lembaga zakat aturan mengenai biaya operasionalnya sudah ditetapkan dalam undang-undang, maksimal 12,5 persen,” dari jumlah tersebut, hanya 6-8 persen digunakan untuk menggaji pengumpul zakat atau amil. Sedangkan sisanya, akan digunakan untuk membiayai operasional kegiatan lembaga. Lembaga zakat seperti Dompet Dhuafa, kaidahnya dikontrol oleh institusi berlapis. Selain audit internal, lembaga zakat juga melakukan audit eksternal oleh kantor akuntan publik (KAP), serta diwajibkan untuk public expose agar masyarakat lebih mudah mendapatkan informasi. Lembaga zakat juga diawasi oleh Kemenag, serta Baznas sebagai mandatoris UU Zakat yang akan melakukan monitoring dan evaluasi. “Lalu ada Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini juga melakukan proses audit syariah kepada lembaga zakat.

Pemateri : Ahmad Makhtum, S.Pd., M.S.E.I

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *