“Transformasi Peran dan Inovasi Ekonomi di Era Industri 4.0”

Revolusi Industri 1.0 terjadi pada abad ke-18 ditandai dengan penemuan mesin uap yang digunakan untuk proses produksi barang. Saat itu, di Inggris, mesin uap digunakan sebagai alat tenun mekanis pertama yang dapat meningkatkan produktivitas industri tekstil. Peralatan kerja yang awalnya bergantung pada tenaga manusia dan hewan akhirnya digantikan dengan mesin tersebut. Revolusi industri memungkinkan bangsa Eropa mengirim kapal perang ke seluruh penjuru dunia dalam waktu yang jauh lebih singkat. Negara-negara imperialis di Eropa mulai menjajah kerajaan-kerajaan di Afrika dan Asia. Selain penjajahan, terdapat dampak lain dari revolusi industri, yaitu pencemaran lingkungan akibat asap mesin uap dan limbah-limbah pabrik lainnya.

Revolusi industri 2.0 terjadi di awal abad ke-20. Revolusi industri ini ditandai dengan penemuan tenaga listrik. Tenaga otot yang saat itu sudah tergantikan oleh mesin uap, perlahan mulai tergantikan lagi oleh tenaga listrik. Walaupun begitu, masih ada kendala yang menghambat proses produksi di pabrik, yaitu masalah transportasi. Revolusi terjadi dengan terciptanya “lini produksi” atau assembly line yang menggunakan “ban berjalan” atau conveyor belt pada 1913. Hal ini mengakibatkan proses produksi berubah total karena untuk menyelesaikan satu mobil, tidak diperlukan satu orang untuk merakit dari awal hingga akhir. Para perakit mobil dilatih untuk menjadi spesialis yang mengurus satu bagian saja.

Revolusi industri 3.0 dipicu oleh mesin yang dapat bergerak dan berpikir secara otomatis, yaitu komputer dan robot. Penemuan semikonduktor, transistor, dan kemudian integrated chip (IC) membuat ukuran komputer semakin kecil, listrik yang dibutuhkan semakin sedikit, serta kemampuan berhitungnya semakin canggih.

Revolusi Industri 4.0 teknologi manufaktur sudah masuk pada tren otomatisasi dan pertukaran data. Hal tersebut mencakup sistem siber-fisik, internet of things (IoT), cloud computing, dan cognitive computing. Tren ini telah mengubah banyak bidang kehidupan manusia, termasuk ekonomi, dunia kerja, bahkan gaya hidup. Singkatnya, revolusi industri 4.0 menanamkan teknologi cerdas yang dapat terhubung dengan berbagai bidang kehidupan manusia. Banyak hal yang tak terpikirkan sebelumnya, tiba-tiba muncul dan menjadi inovasi baru, serta membuka lahan bisnis yang sangat besar. Contoh terdekatnya, munculnya transportasi dengan sistem ride-sharing seperti Go-Jek dan Grab. Kehadiran revolusi industri 4.0 memang menghadirkan usaha baru, lapangan kerja baru, dan profesi baru yang tak terpikirkan sebelumnya.

Maka bagaimana kita menyiapkan usaha yang masuk dalam era 4.0? Kementerian Perindustrian merancang Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap yang terintegrasi untuk mengimplementasikan sejumlah strategi dalam memasuki era Industri 4.0. Implementasi Industri 4.0 tersebut bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan  Dalam roadmap tersebut terdapat lima industri yang menjadi fokus implementasi, yaitu: makanan dan minuman (mamin), tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia. Kelima industri ini merupakan tulang punggung perekonomian yang diharapkan akan mampu memberikan efek ungkit yang besar, meningkatkan daya saing, serta memberikan kontribusi nyata terhadap ekonomi Indonesia

Kementerian Perindustrian telah menetapkan empat langkah strategis dalam menghadapi Industri 4.0. Langkah-langkah yang akan dilaksanakan tersebut adalah: Pertama, mendorong agar angkatan kerja di Indonesia terus meningkatkan kemampuan dan keterampilannya, terutama dalam menggunakan teknologi internet of things atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi di industri. Kedua, pemanfaatan teknologi digital untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi industri kecil dan menengah (IKM) agar mampu menembus pasar ekspor melalui program E-smart IKM. Ketiga, pemanfaatan teknologi digital yang lebih optimal dalam perindustrian nasional seperti Big Data, Autonomous Robots, Cybersecurity, Cloud, dan Augmented Reality. Keempat, mendorong inovasi teknologi melalui pengembangan start up dengan memfasilitasi inkubasi bisnis agar lebih banyak wirausaha berbasis teknologi di wilayah Indonesia.

Selain itu pula, adanya pandemi ini merupkan suatu momentum untuk meningkatkan ekonomi berbasis digital. alasannya yang pertama, karena di era pandemi ini, banyakl kegitana masyarakat yang difasilitasi dengan teknologi, sekolah online, absen pekerjaan online, jual beli inline. oleh karena itu, orang yang awalnya tidak memiliki handphone, maka sekarang lebih memungkinkan memiliki handphone, maka pasar untuk UMKM yang berbasis teknologi semakin besar. alasan kedua, UMKM di Indonesia memiliki peran penting dalam menopang ekonomi indonesia.

Menurut Bappenas, peran UMKM terhadap perekonomian Indonesia sebagai pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja serta penyedia jaring pengaman terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah untuk menjalankan ekonomi produktif. Hal ini didukung oleh data yang Kementerian Koperasi dan UKM, Sensus Ekonomi dari badan Pusat Statistik yang menyatakan bahwa UMKM menyerap 89,2% dari total tenaga kerja serta 99 persen dari total lapangan kerja. Selain itu, UMKM menyumbang 60,34% dari total PDB nasional dan menyumbang 14,17 % dari total ekspor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *